lawang
Kau menyebutnya lawang. “Kenapa?” begitu tanyaku ketika kau menunjukkan buku lumayan tebal dan sampulnya sudah berantakan. Disana sini ada bekas gigitan rayap yang membuat buku itu menjadi angker. Buku kuno, batinku. Bukankah lawang itu pintu. Daun pintu maksudku, dalam bahasa Jawa. Aku bertanya-tanya dalam hati. “Dari sini aku belajar hidup, Tan.” Kau merenung. Seperi mengingat-ingat apa yang kau susun untuk dibicarakan denganku sore ini. Lalu tersenyum sendiri. “Hei, ada apa, Dan?” ___ Masa itu tak pernah hilang dari ingatanku. Rebutan kokoa yang dipetik dari tetangga kita. Lalu bermain petak umpet, yang pastinya kau selalu curang. Bermain boneka, bermain kelereng, gobak sodor , sampai ketika oran...