Kirab Budaya Majemuk


Terlambat mencatat, 17 Mei 2014

Hari ini, di desa kami, Giriloyo, mengadakan syukuran desa. Kalau ngendikane Pak Yai Ahmad Zabidi, “Ini syukuran petani setelah panen, pembatik setelah terjual batiknya, buruh setelah diterimanya upah…”
Prosesi acaranya seperti biasa, dimulai sehabis maghrib dengan ngirit gunungan yang berisi sayur-sayuran dan buah-buahan hasil bumi serta nasi kuning tumpeng beserta lauknya, dari Masjid PP. Arramli ke Masjid Sunan Cirebon Giriloyo dengan diiringi sholawat. Setelah sampai ke Masjid Sunan Cirebon Giriloyo, lalu diberikan sambutan oleh perangkat desa serta doa yang dibacakan oleh para yai.

Rebutan gunungan pun dilaksanakan setelah pemotongan tumpeng oleh Pak Yai Ahmad Zabidi. Bukan rebutan sbenarnya, karena sayur-sayuran dan buah-buahan tersebut dibagikan dengan dilempar, tujuannya adalah masyarakat yang tidak bisa ikut berdesak-desakan bisa mendapatkan isi dari gunungan tersebut.
Setelah acara rebutan gunungan selesai, barulah acara sholawatan dilaksanakan dengan sakral. Bagi pmuda, mereka kebanyakan mengikuti sholawat rodatan yang cenderung energik karena ada gerakannya yang kami sebut ‘leleyek’. Bagi orang yang sudah tua, kebanyakan ikut dalam sholawat ‘Mudo Palupi’ yang cenderung alon-alon. Kedua kelompok sholawat tersebut bergantian mengumandangka sholawat hingga dini hari.

Beginilah rasa syukur kami.

Nb : penulis kurang begitu tahu, acara kirab budaya majemukan ini dilaksanakan sejak tahun berapa karena sejak kecil acara sperti ini sudah ada dan memang ditunggu setiap tahunnya.

Postingan populer dari blog ini

Huququl Qorobah (Hak-hak Kerabat/saudara)

Catatan Ramadhan : Adabul Mu'asyaroh (Adab-adab dalam pergaulan)

#Masak : Sushi Lele