Giriloyo, Malam Itu



Hari Sabtu, tanggal enam bulan Agustus 2016, atau tepatnya minggu lalu, kami warga Giriloyo menikmati kegiatan tahunan yang paling ditunggu. Majemukan, kalau orang disini menyebutnya. Kalau saya menangkapnya, majemuk itu banyak. Berkumpul, mungkin maksudnya.

Kegiatan ini, menurut sepengetahuan saya, juga sering dilakukan beberapa masyarakat di daerah lain. Ada yang menyebutnya merti dusun, rasulan, kirab budaya, syukuran desa, dan masih banyak lagi sebutan untuk kegiatan ini. Mengarak gunungan dari satu desa ke desa lain diiringi sholawat sepanjang jalan, diberikan doa oleh para kyai/sesepuh desa, lalu saling berebut meraih ‘isi’ gunungan tersebut.
*Gambar gunungan sayuran dan tumpeng


Di desa kami juga seperti itu. Kegiatan ini diawali dengan gotong royong warga mempersiapkannya. Para bapak membersihkan masjid dan menghiasnya sedemikian rupa, para pemudi membantu para ibu memasak nasi kuning yang akan digunakan untuk membuat tumpeng gunungan, para pemuda gotong royong ‘membuat’ gunungan, dari kerangka, belanja sayuran, dan merangkainya. Setelah semua selesai, yaitu kira-kira sore hari, gunungan tumpeng dan gunungan sayuran itu diantarkan ke masji Arrohmani Pondok Pesantren Arromli yang berada di Karangkulon, Wukirsari. Di masjid Arrohmani tersebut berkumpul dua gunungan tumpeng dan sayuran milik kami, warga Giriloyo dan warga Karangkulon yang juga membuatnya. Di masjid itu nantinya, gunungan tersebut akan diberikan doa oleh Gus Azmi, putra dari KH Ahmad Zabidi Marzuqi.


Setelah malam tiba, para pemuda dan pemudi bersiap untuk berangkat menuju Pondok Pesantren Arromli. Tujuannya untuk ikut mengarak dua gunungan tersebut hingga Masjid Agung Giriloyo (Sunan Cirebon). Ada empat barisan yang dibentuk ketika mengarak, barisan pertama adalah anak-anak yang tergabung dalam grup marching band, barisan kedua adalah pemuda tim pembawa (yang mengangkat) gunungan, barisan ketiga adalah pemuda pemudi yang beberapa diantaranya juga ada yang membawa alat musik, dan barisan keempat adalah bapak-bapak yang ikut dalam kelompok rodat. Kami membaca sholawat di sepanjang jalan.

Setelah barisan pengarak tersebut sampai ke Masjid Agung Giriloyo, ada mujahadah sedikit yang dipimpin KH Mushlih Asyhari, serta sambutan dari beberapa tokoh masyarakat dan wakil bupati Bantul KH Halim Mushlih. Acara pembukaan ini diakhiri dengan pesan dari wakil bupati tersebut yang intinya kegiatan ini selain menjadi ajang syukuran warga, semoga juga dapat menarik wisatawan dari daerah lain untuk datang, yang kemudian diamini oleh seluruh masyarakat yang berada disana.

Sekitar pukul sembilan malam, puncak kegiatan ini diawali dengan lantunan sholawat rodat lengkap dengan gerakan kipasnya serta sholawat mudo palupi yang ‘alon-alon’, karena sebagian besar yang masuk dalam kelompok mudo palupi ini adalah bapak-bapak lima-puluh-tahunan. Setelah dilantunkan sholawat beberapa bait, pemuda tim pembawa (yang mengangkat) gunungan membawa dua gunungan (setelah sebelumnya gunungan tumpeng dipotong oleh bapak KH Halim Mushih dan tokoh masyarakat lain) tersebut di tengah kerumunan warga. Kegiatan ini diakhiri dengan lantunan sholawat dari dua kelompok sholawat tersebut hingga jam dua pagi.
 
*Gambar pemuda sedang mengarak gunungan dari masji Arrohmani PP Arromli menuju Masjid Agung Giriloyo


*Gambar grup marching band dari MI Giriloyo

*Gambar pemuda mengarak gunungan sayuran

*Gambar grup sholawat rodat


*Gambar masyarakat berebut gunungan sayuran

Postingan populer dari blog ini

Huququl Qorobah (Hak-hak Kerabat/saudara)

Catatan Ramadhan : Adabul Mu'asyaroh (Adab-adab dalam pergaulan)

#Masak : Sushi Lele